Musimkemarau bukan berarti tidak ada aktivitas menanam padi. Di Bekasi, Jawa Barat, sejumlah petani masih bisa menanam padi meski sebagian wilayah di Indonesia kekeringan akibat kemarau panjang. Selainmengimbau menanam tanaman dengan umur yang pendek, Yoga juga meminta agar para petani tidak menanam padi di wilayah yang jauh dari kawasan irigasi (daerah lahan tadah hujan). Hal tersebut dikarenakan padi merupakan tanaman dengan kebutuhan air yang tinggi, sehingga dikhawatirkan akan mengalami kekurangan air saat tidak ada hujan. BACA JUGA: Masuk musim kemarau, para petani diminta tak khawatir pada ketersediaan air, karena embung akan memasok air.Hal ini juga berlaku bagi UPKK Purwo Suci di Desa Ngraho, Kecamatan Kedung Tuban, Kabupaten Blora, Jawa Tengah. "Ketika musim kemarau tiba, petani tak perlu khawatir, karena embung akan memasok air sehingga produktivitas pertanian tetap terjaga," ujar Menteri Pertanian Padamusim kemarau hama tanaman lebih intens pada jenis serangga seperti kutu daun yang menularkan virus keriting dan bulai. Pada musim kemarau anda juga harus rajin melakukan pengairan. Daftar tanaman yag cocok ditanam saat musim kemarau adalah: Jagung, Ubi, Ketela, Tomat, Kentang, Kacang Tanah, Kacang Hijau, Labu, dll. Adapun menjelang musim kemarau tahun 2020 ini, baru 8 persen dari seluruh petani di sana yang memanfaatkan asuransi pertanian. "Di sejumlah daerah, peralihan ke musim kemarau mulai terasa, termasuk di Jawa Barat yang relatif dekat dengan Kebumen," kata Menteri Syahrul. menurutpasi ter kodim kediri kapten inf warsito berdasarkan input dari berbagai sumber yang notabene adalah pelaku di sektor pertanian, kendala di lapangan saat musim hujan tiba dan saatnya tiba para petani menanam benih padi, cukup rentan terhadap berbagai rintangan atau tantangan, seperti muncul dan berkembangnya opt (organisme pengganggu Kemampuanpagi yang tetap bisa tumbuh di tempat kering inilah yang menjadikan para petani turut ikut menanam padi di musim kemarau. Salah satunya dilakukan oleh para petani Sukabakti Cianjur dan Petani Karanganyar. Agar tanaman padi tetap tumbuh optimal, maka para petani selalu mengupayakan sumber- sumber air agar tetap mengairi sawah mereka. Tentuada yang salah yang mungkin tidak diterapkan oleh para petani sehingga sebagian besar petani Indonesia hidupnya masih tidak sejahtera. Pada kesempatan kali ini kami akan mengulas beberapa alasan mengapa petani Indonesia tidak sejahtera. Semoga ini bisa menjadi bahan evaluasi diri bagi para petani sekalian. Cara Menanam Pepaya California. 1. Dimusim kemarau, hujan sangat jarang dan sinar matahari yang berlimpah akan menghambat perkembangan jamur dan bakteri. Kekurangan Menanam Padi di Musim Kemarau Air Lebih Sulit Didapat Di musim kemarau debit air di sungai dan bendungan akan berkurang. Hal ini jelas akan mengurangi asupan air ke persawahan. KepalaBidang Produksi Padi dan Palawija, Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan Kabupaten Tasikmalaya, Heti Heryati mengatakan, di saat musim hujan petani menghadapi masalah banjir, longsor, hama dan penyakit tanaman. Sebab, hama dan penyakit tanaman lebih banyak di musim hujan daripada musim kemarau. DoYPYK. ...risiko gagal tanam cukup tinggiSleman ANTARA - Dinas Pertanian, Pangan, dan Perikanan DP3 Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta DIY mengimbau petani untuk tidak memaksakan menanam padi pada musim kemarau ini. "Petani yang lahannya berada di daerah yang mengalami kekurangan air, agar tidak memaksakan menanam padi, karena risiko gagal tanam cukup tinggi," kata Kepala Bidang Tanaman Pangan DP3 Kabupaten Sleman Rofiq Andriyanto, di Sleman, DIY, Selasa. Menurut dia, sebagai gantinya disarankan menanam tanaman komoditas lain yang tidak membutuhkan banyak air. "Pada kemarau ini petani kami sarankan beralih ke palawija seperti jagung. Bisa juga petani menanam komoditas tembakau," katanya. Pihaknya juga akan membenahi jaringan irigasi guna memperlancar dan memperluas jaringan dan distribusi air pertanian. "Karena tanpa didukung saluran irigasi yang baik maka hasil panen tidak akan maksimal. Tahun ini kami rencanakan untuk merehabilitasi jaringan irigasi di Sleman seluas 600 hektare," katanya. Rofiq mengatakan menghadapi musim kemarau tahun ini pihaknya juga telah menyiapkan cadangan beras berupa ton gabah yang merupakan hasil panen Maret-April dari lahan seluas sekitar hektare. "Di seluruh Sleman pada Maret-April luas panen hektare dengan rata-rata panen 6,5 ton per hektare, sehingga ada cadangan gabah sekitar ton," katanya. Ia mengatakan pada musim tanam kedua Juni pihaknya menargetkan untuk mengolah lahan seluas hektare yang dipersiapkan khusus untuk menanam padi. "Konsentrasi di musim tanam kedua di wilayah Sleman barat yang relatif punya banyak air, dan musim tanam kedua ini harapannya tidak mundur," Victorianus Sat PranyotoEditor Risbiani Fardaniah COPYRIGHT © ANTARA 2019 Para petani di Desa Meru, Kecamatan Sekaran, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur memanfaatkan lahan rawa yang mengering karena musim kemarau, dengan menanam jenis tanaman palawija Petani memanfaatkan tanah gembur dengan sisa air di rawa yang mengering dengan menanam melon, semangka dan palawija Bertani di rawa kering tidak terbebas dari kerugian, karena tanaman palawija atau padi bisa keburu tenggelam saat air mulai menggenangi rawa, sebelum dipanen. Ditambah lagi cuaca saat ini sulit ditebak karena pengaruh perubahan iklim Petani mengaku belum mendapat perhatian dan bantuan dari pemerintah setempat. Bantuan pemerintah hanya bagi pemilik lahan, sedangkan petani penggarap rawa tidak punya lahan, karena lahan rawa seluas 1,340 ha merupakan lahan milik Pemkab Lamongan. Siang itu, di bawah panas terik matahari, sejumlah petani nampak beraktifitas bercocok tanam di ladang garapannya. Ada yang baru memulai tanam, ada yang membersihkan gulma, tidak sedikit pula yang terlihat menyiram tanaman menggunakan gembor. Para petani ini bercocok tanam memanfaatkan lahan rawa yang mengering karena musim kemarau, dengan menanam jenis tanaman palawija di Desa Meru, Kecamatan Sekaran, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur, Rabu 14/08/2019. “Awal bulan Agustus ini baru mulai tanam. Ini pertama kalinya saya menanam jagung, biasanya kalau tidak tanam melon ,ya semangka,” ujar Soleh, salah satu petani setempat disela-sela membersihkan gulma di lahan garapannya itu. Soleh mengaku, jagung yang dia tanam ini baru berumur dua mingguan, menyusul semakin menipisnya air yang biasa menggenang rawa itu saat musim hujan. Jika musim hujan, katanya, air bisa menggenang rawa itu sampai 10 meter, sehingga tidak bisa dimanfaatkan untuk menanam jenis tanaman apapun. baca Kemarau Datang, Air Telaga Jadi Andalan Lahan rawa yang airnya menyusut karena musim kemarau di Desa Meru, Kecamatan Sekaran, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur. Para petani memanfaatkan lahan tersebut untuk ditanami palawija. Foto Falahi Mubarok/ Mongabay Indonesia Sebaliknya, warga sekitar baru bisa memanfaatkan rawa tersebut ketika musim kemarau seperti saat ini, karena pada saat kemarau air di rawa itu bisa habis sampai tanahnya terlihat retak-retak, sehingga warga sekitar bisa bercocok tanam. “Tanahnya lebih gembur, jadi enak digunakan untuk menanam,” timpal Jarwi 70, istri Soleh yang juga melakukan pekerjaan yang sama. Saat awal datang musim hujan, pasangan suami istri ini mengaku, masih bisa memanfaatkan rawa tersebut untuk menanam padi. Itu juga menurutnya untung-untungan, kadang bisa bertahan sampai musim panen tiba. Terkadang pula rugi, karena padi yang mereka tanam keburu tenggelam karena airnya sudah pasang. Jadi tidak sempat untuk memanen, hal itu menurutnya karena cuaca saat ini sulit ditebak. “Bertani ini sama kayak pedagang. Kadang ya untung, kadang ya rugi,” tutur Jarwi, menceritakan pahit-manisnya bertani yang sudah dilakoninya sejak dari kecil. baca juga Adakah Solusi Permanen Krisis Air Bersih Ketika Kemarau Datang? Sepasang suami istri membersihkan tanaman jagung yang ditanam dilahan rawa, saat musim kemarau di Desa Meru, Kecamatan Sekaran, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur. Foto Falahi Mubarok/ Mongabay Indonesia Sering Rugi Banyak faktor yang dihadapi petani saat ini, Soleh mengaku sekarang ini petani justru malah sering rugi. Selain penyakit yang menyerang tanaman semakin beragam. Faktor perubahan cuaca juga sangat mempengaruhi. Soleh beranggapan, bertani yang dilakoninya saat ini rasanya tidak seperti dulu. Kalau dulu bertani tidak banyak penyakit. Hal itu, menurutnya, karena pola pengobatan tanaman masih menggunakan cara yang natural, dengan memakai bahan-bahan alami yang ada disekitar, cukup dengan dedaunan yang dikeringkan, lalu dicampur dengan kotoran sapi. Ketika itu, cerita bapak dua anak ini, pupuk alami masih banyak dijumpai di daerah tersebut. Karena dulu masih banyak peternakan sapi, selain itu juga masih banyak dijumpai tumbuh-tumbuhan. Seiring berjalannya waktu, mencari bahan alami sekarang ini di rasa semakin sulit karena perubahan zaman. Sudah banyak pelaku ternak yang beralih profesi menjadi kuli bangunan dan juga buruh pabrik. menarik dibaca Mengapa Oyek dan Gaplek Jadi Andalan Ketika Kemarau Tiba? Petani bersiap menyiram tanaman miliknya yang ditanam di lahan rawa yang mengering karena musim kemarau. Foto Falahi Mubarok/ Mongabay Indonesia Di lain sisi, untuk pola pengobatan tanaman saat ini juga mengikuti pola petani pada umumnya, yaitu dengan menggunakan pupuk yang serba instan, sehingga mau tidak mau dia juga harus beradaptasi dengan pola bertani para petani yang ada disekelilingnya itu. Tapi bagi Sholeh, pola serba instan itu, sebenarnya justru malah menimbulkan penyakit yang bermacam-macam, harga obat tanaman baginya juga mahal. Sehingga dalam beberapa waktu ini dia terus mengalami kerugian. “Tanah saya habis terjual untuk memenuhi kebutuhan bertani, ini saya nggarap punya orang yang sebelumnya nggarap di rawa ini. Sistemnya bagi hasil,” kata pria paruh baya itu. Selaras dengan Soleh, Lilik Sumarlik, petani yang juga memanfaatkan lahan rawa yang mengering itu, juga mengaku merasakan hal sama. Berprofesi sebagai petani di lahan rawa ini kadang senang, begitu juga sebaliknya. Senangnya, selain dekat dengan sisa-sisa air, lahan rawa yang mengering ini juga bisa lebih mudah digarap. Karena kontur tanah yang awalnya berlumpur. Namun, perempuan kelahiran 1963 itu juga mengaku, sudah dua tahun ini tidak mendapatkan hasil. Kesuburan tanah rawa, katanya, tidak sebanding dengan banyaknya penyakit yang menyerang tanaman yang dia rawat, seperti hama ulat yang menyerang daun, begitu juga dengan tikus yang menyerang batang, akar hingga buah. baca juga Foto Kemarau, Sawah di Aceh Gagal Panen Buruh tani membersihkan gulma di lahan rawa mengering karena musim kemarau. Para petani memanfaatkan lahan tersebut untuk ditanami palawija. Foto Falahi Mubarok/ Mongabay Indonesia Selain itu, faktor cuaca juga menurutnya sangat mempengaruhi kegagalan panen yang dirasakan. “Cuaca saiki iku maju mundur, biasane Agustus iku wes panen, lha iki baru mulai tandur. Opo mergane bumine wes tuo cuaca sekarang ini maju mundur, biasanya panen pada bulan agustus. Tapi sekarang ini baru mulai menanam. Apa karena buminya sudah semakin tua,” katanya. Baginya, proses bertani yang dirasakan saat ini juga tidak seperti dahulu. Dulu hujannya masih enak. Pada musim kemarau, panas yang dirasakan juga tidak seperti sekarang ini yang semakin kerasa. Harapannya, tanaman jagung yang dia rawat saat ini bisa mendapatkan hasil. Awalnya, Lilik memanfaatkan lahan rawa itu untuk ditanam semangka, tapi tahun ini dia mencoba peruntungan dengan menanam tanaman penghasil karbohidrat itu. Karena bibitnya lebih murah, dan perawatannya menurut pengalaman orang lain, katanya juga lebih mudah. menarik dibaca Miris, Puluhan Tahun Tiap Kemarau Warga Desa Ini Potong Akar Pohon untuk Dapat Air Buruh tani mengambil air untuk menyiram tanaman palawija yang ditanam di lahan rawa yang mengering karena musim kemarau. Foto Falahi Mubarok/ Mongabay Indonesia Kurang Perhatian Ketika disinggung soal peran pemerintah, pihaknya mengaku belum ada bantuan dari pemerintah setempat. Tidak hanya Lilik, Soleh juga mengatakan hal demikian. Karena mereka merasa, lahan yang digarap ini merupakan lahan milik pemerintah. Jadi, mereka beranggapan selama ini belum ada bantuan. Cerita Lilik, perangkat desa pernah melakukan sosialisasi soal bantuan bagi petani, tetapi dari sosialisasi yang disampaikan itu, yang mendapatkan bantuan merupakan petani yang mempunyai lahan sendiri. Untuk petani yang tidak memiliki lahan, yang sifatnya memanfaatkan lahan rawa milik negara itu tidak mendapatkan bantuan. Kabupaten Lamongan merupakan salah satu daerah di Jawa Timur yang memiliki lahan rawa seluas 1,340 ha, dari jumlah luasan tersebut 973, 565 ha berada di Kecamatan Sekaran, yang merupakan lahan rawa lebak. Mayoritas penduduk Kecamatan Sekaran, Kabupaten Lamongan ini berprofesi sebagai petani. Sehingga lahan seluas itu dimanfaatkan penduduk sebagai lahan pertanian. Bima Rojaq Kurniawan, dalam penelitiannya berjudul Analisis Pendapatan dan Kontribusi Usaha Tani Semangka di Lahan Marjinal Rawa di Desa Miru, Kecamatan Sekaran, Kabupaten Lamongan’ menjelaskan, lahan rawa lebak seluas 350 ha di Kecamatan Sekaran tersebut digunakan para petani untuk budidaya semangka. Buruh tani menanam kacang hijau di lahan rawa yang mengering karena musim kemarau di Desa Meru, Kecamatan Sekaran, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur, Rabu 24/08/2019. Foto Falahi Mubarok/ Mongabay Indonesia Artikel yang diterbitkan oleh – Petani di Kabupaten Sukoharjo serempak menanam padi, pekan ini. Ditandai penanaman di Desa Pandeyan, Kecamatan Grogol oleh Bupati Sukoharjo Etik Suryani, Selasa 30/5/2023. Sebagai upaya menjaga ketahanan pangan jelang musim kemarau, sekaligus sebagai lumbung pangan Jawa Tengah Jateng. Pada kesempatan tersebut, Etik didampingi Wakil Bupati Sukoharjo Agus Santosa, Komandan Kodim 0726/Sukoharjo Letkol Czi Slamet Riyadi, Kepala Dinas Pertanian dan Perikanan Distankan Sukoharjo Bagas Windaryatno, dan jajaran terkait. Juga diserahkan bantuan kepada 11 kelompok tani. Di antaranya bantuan pembangunan embung senilai Rp 600 juta, bantuan jalan produksi pertanian Rp 100 juta, rehabilitasi jaringa irigasi tersier, hand tractor, cultivator, pompa air, serta kendaraan roda tiga. Etik menjelaskan, Kota Makmur masih surplus beras tahun lalu. Surplus tersebut mencapai ton. Meskipun masih terdampak pandemi Covid-19 dan anomali iklim. Ini semua tak lepas dari penerapan inovasi teknologi dan mitigasi, terhadap dampak perubahan iklim. “Kabupaten Sukoharjo masih menjadi lumbung padi di Jawa Tengah. Walaupun surplus, kami terus berupaya meningkatkan produksi dan produktivitas tanaman pangan,” ungkap Etik. Di sisi lain, Etik mengingatkan potensi kemarau panjang periode Mei-September mendatang. Berdasarkan prakiraan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika BMKG, tahun ini Indonesia akan dilanda fenomena El Nino. Kondisi tersebut diprediksi berpeluang 60 terjadi pada Mei-Juli. Kemudian 80 persen terjadi pada September. Supaya ketahanan pangan tetap terjaga di Kota Makmur, perlu disiasati dengan serempak menanam padi. Memanfaatkan ketersediaan air yang ada, untuk menghindari risiko gagal panen karena kekeringan. “Kepada seluruh petani, segera mempercepat tanam padi. Supaya tidak mengalami puncak musim kemarau pada Agustus nanti. Sehingga fase tanaman sudah tidak memerlukan air lagi,” imbuh Etik. Sementara itu, Kepala Distankan Sukoharjo Bagas Windaryatno berharap ketersediaan air dimanfaatkan seefisien mungkin. Sekaligus mengimbau agar dilakukan percepatan tanam padi. “Jika ada permasalahan segera komunikasikan dengan PPL petugas pendamping lapangan. Supaya ikut mendampingi dan besama-sama mencari solusi bersama petani,” bebernya. kwl/fer/dam Reporter Iwan Kawul – Petani di Kabupaten Sukoharjo serempak menanam padi, pekan ini. Ditandai penanaman di Desa Pandeyan, Kecamatan Grogol oleh Bupati Sukoharjo Etik Suryani, Selasa 30/5/2023. Sebagai upaya menjaga ketahanan pangan jelang musim kemarau, sekaligus sebagai lumbung pangan Jawa Tengah Jateng. Pada kesempatan tersebut, Etik didampingi Wakil Bupati Sukoharjo Agus Santosa, Komandan Kodim 0726/Sukoharjo Letkol Czi Slamet Riyadi, Kepala Dinas Pertanian dan Perikanan Distankan Sukoharjo Bagas Windaryatno, dan jajaran terkait. Juga diserahkan bantuan kepada 11 kelompok tani. Di antaranya bantuan pembangunan embung senilai Rp 600 juta, bantuan jalan produksi pertanian Rp 100 juta, rehabilitasi jaringa irigasi tersier, hand tractor, cultivator, pompa air, serta kendaraan roda tiga. Etik menjelaskan, Kota Makmur masih surplus beras tahun lalu. Surplus tersebut mencapai ton. Meskipun masih terdampak pandemi Covid-19 dan anomali iklim. Ini semua tak lepas dari penerapan inovasi teknologi dan mitigasi, terhadap dampak perubahan iklim. “Kabupaten Sukoharjo masih menjadi lumbung padi di Jawa Tengah. Walaupun surplus, kami terus berupaya meningkatkan produksi dan produktivitas tanaman pangan,” ungkap Etik. Di sisi lain, Etik mengingatkan potensi kemarau panjang periode Mei-September mendatang. Berdasarkan prakiraan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika BMKG, tahun ini Indonesia akan dilanda fenomena El Nino. Kondisi tersebut diprediksi berpeluang 60 terjadi pada Mei-Juli. Kemudian 80 persen terjadi pada September. Supaya ketahanan pangan tetap terjaga di Kota Makmur, perlu disiasati dengan serempak menanam padi. Memanfaatkan ketersediaan air yang ada, untuk menghindari risiko gagal panen karena kekeringan. “Kepada seluruh petani, segera mempercepat tanam padi. Supaya tidak mengalami puncak musim kemarau pada Agustus nanti. Sehingga fase tanaman sudah tidak memerlukan air lagi,” imbuh Etik. Sementara itu, Kepala Distankan Sukoharjo Bagas Windaryatno berharap ketersediaan air dimanfaatkan seefisien mungkin. Sekaligus mengimbau agar dilakukan percepatan tanam padi. “Jika ada permasalahan segera komunikasikan dengan PPL petugas pendamping lapangan. Supaya ikut mendampingi dan besama-sama mencari solusi bersama petani,” bebernya. kwl/fer/dam Reporter Iwan Kawul